Login
Latest topics
Top posters
Michi | ||||
shaka | ||||
Don Corleone | ||||
Sevenseent | ||||
ezapos n-gage | ||||
ai ichimay | ||||
d'kZkG | ||||
rudy_comel | ||||
amekx | ||||
idna |
Etika Bisnis Negeri Matahari Terbit - HT KasKus
Halaman 1 dari 1
Etika Bisnis Negeri Matahari Terbit - HT KasKus
Bapak Joko tampak bingung ketika memasuki ruang rapat di salah satu gedung perusahaan ternama di Jepang. Ia menemukan banyak muka masam yang melihat ke arahnya. Ketika ia duduk dan mulai berbicara, ekspresi masam tersebut tidaklah juga hilang, tapi malah bertambah. Ada apa gerangan? Apa yang salah? Ternyata Pak Joko terlambat 15 menit memasuki ruang rapat. Tak hanya itu, ia langsung memulai percakapan, dengan anggapan hal tersebut bisa menghemat waktu semua orang yang hadir.
Banyak pebisnis, terutama mereka yang sering bepergian, akan menemukan berbagai kebiasaan atau adat yang tidak mereka pahami. Perilaku dan tata cara dalam berbisnis bisa jadi berbeda-beda. Banyak yang bisa kita pelajari dari budaya luar tersebut, walau memang terkadang mengundang kebingungan sekaligus kekaguman. Bagi Pak Joko, terlambat 15 menit di negara asalnya sudah dianggap lumrah. Ketika ia langsung berbicara untuk menghemat waktu, di negaranya mungkin dianggap sebagai tindakan yang praktis dan to the point. Tetapi, di Negara Jepang, ternyata hal itu dianggap sebagai tindakan yang kurang sopan.
Di balik kebiasaan di setiap negara, tersimpan suatu tata krama dan tata cara khas yang menyiratkan budaya mereka. Pastinya, tidak semua bisa cocok jika diterapkan di tempat lain. Tetapi, kita harus memahami budaya suatu negara jika ingin berbisnis dan berinteraksi di negara tersebut. “Lain padang, lain belalang”.
Ibarat kata, di mana tanah dipijak, di situlah langit dijunjung. Kita harus menghormati budaya orang lain jika kita memang berniat untuk menjalin kerja sama. Hal ini berlaku untuk kedua belah pihak. Tak hanya untuk pihak yang berkunjung, pihak tuan rumah pun sebaiknya menghormati budaya pihak yang berkunjung. Tetapi biasanya, pihak yang berkunjunglah yang harus lebih menghormati pihak tuan rumah.
Coba kita amati sejenak bagaimana kebiasaan para pebisnis di negara matahari terbit. Orang-orang Jepang cenderung formal dan resmi dalam mengadakan suatu perjanjian atau pertemuan bisnis. Bagi kita, orang asing (atau “Gaijin”, sebutan orang Jepang untuk orang asing), kebiasaan berbisnis Jepang nampak sangat kental dengan budaya dan tradisinya, yang kemungkinan terasa kaku atau tidak terlalu cocok untuk diterapkan begitu saja di negara kita, dan bahkan di negara barat sekalipun.
Namun, jika kita perhatikan lebih dalam, ternyata banyak hal yang memang patut ditiru, seperti kebiasaan untuk lebih menghormati orang yang lebih tua, teliti dalam memperhatikan setiap detail, dan bahkan komitmen untuk bersenang-senang setelah menyelesaikan pekerjaan. Berikut adalah beberapa tradisi atau kebiasaan yang bisa kita amati dan bagaimana kita bisa mengadaptasinya untuk lebih memperkaya tata cara berbisnis kita.
Banyak pebisnis, terutama mereka yang sering bepergian, akan menemukan berbagai kebiasaan atau adat yang tidak mereka pahami. Perilaku dan tata cara dalam berbisnis bisa jadi berbeda-beda. Banyak yang bisa kita pelajari dari budaya luar tersebut, walau memang terkadang mengundang kebingungan sekaligus kekaguman. Bagi Pak Joko, terlambat 15 menit di negara asalnya sudah dianggap lumrah. Ketika ia langsung berbicara untuk menghemat waktu, di negaranya mungkin dianggap sebagai tindakan yang praktis dan to the point. Tetapi, di Negara Jepang, ternyata hal itu dianggap sebagai tindakan yang kurang sopan.
Di balik kebiasaan di setiap negara, tersimpan suatu tata krama dan tata cara khas yang menyiratkan budaya mereka. Pastinya, tidak semua bisa cocok jika diterapkan di tempat lain. Tetapi, kita harus memahami budaya suatu negara jika ingin berbisnis dan berinteraksi di negara tersebut. “Lain padang, lain belalang”.
Ibarat kata, di mana tanah dipijak, di situlah langit dijunjung. Kita harus menghormati budaya orang lain jika kita memang berniat untuk menjalin kerja sama. Hal ini berlaku untuk kedua belah pihak. Tak hanya untuk pihak yang berkunjung, pihak tuan rumah pun sebaiknya menghormati budaya pihak yang berkunjung. Tetapi biasanya, pihak yang berkunjunglah yang harus lebih menghormati pihak tuan rumah.
Coba kita amati sejenak bagaimana kebiasaan para pebisnis di negara matahari terbit. Orang-orang Jepang cenderung formal dan resmi dalam mengadakan suatu perjanjian atau pertemuan bisnis. Bagi kita, orang asing (atau “Gaijin”, sebutan orang Jepang untuk orang asing), kebiasaan berbisnis Jepang nampak sangat kental dengan budaya dan tradisinya, yang kemungkinan terasa kaku atau tidak terlalu cocok untuk diterapkan begitu saja di negara kita, dan bahkan di negara barat sekalipun.
Namun, jika kita perhatikan lebih dalam, ternyata banyak hal yang memang patut ditiru, seperti kebiasaan untuk lebih menghormati orang yang lebih tua, teliti dalam memperhatikan setiap detail, dan bahkan komitmen untuk bersenang-senang setelah menyelesaikan pekerjaan. Berikut adalah beberapa tradisi atau kebiasaan yang bisa kita amati dan bagaimana kita bisa mengadaptasinya untuk lebih memperkaya tata cara berbisnis kita.
- Hormati Kartu Nama Orang Lain:
Sebuah meeting di Jepang selalu dimulai dengan ritual pertukaran kartu
nama yang dilakukan secara formal dan resmi. Ritual ini dinamakan
Meishi Kokan. Dalam proses pertukaran kartu nama, orang yang diberi
kartu menerimanya dengan kedua tangan, membaca kartu nama tersebut
dengan teliti, membaca tulisan yang ada hingga terdengar oleh semua
orang, lalu meletakkannya dalam tempat kartu nama, atau di atas meja di
depannya (sehingga bisa langsung dibaca kembali apabila diperlukan).
Kartu nama tidak pernah ditaruh di dalam kantong, karena dianggap tak
sopan.
[justify]
Pelajaran yang bisa diambil: Pertukaran kartu nama adalah cara untuk
mengekspresikan rasa hormat dan menganggap penting orang lain dalam
suatu pertemuan. Ini menunjukkan Anda menghargai pertemuan tersebut,
sama dengan halnya Anda akan menghargai pertemuan-pertemuan selanjutnya.
Bagaimana kita mengadaptasinya: Mungkin akan terlihat konyol apabila
Anda benar-benar melakukan tradisi Meishi Kokan di tempat lain. Tetapi,
jika Anda menerima kartu nama dari orang lain, usahakanlah untuk
membaca dan menyerap semua informasi yang ada di dalamnya. Tidak ada
ruginya berusaha untuk mengingat nama lengkap orang tersebut.
Sebaliknya, Anda akan terlihat kasar dan tidak sopan jika Anda langsung
menjejalkan kartu nama tersebut ke dalam kantong terdekat.
- Mengalah Pada yang Lebih Tua:
Sudah merupakan kebiasaan dalam meeting di Jepang untuk selalu memberi
kesempatan pada orang yang lebih tua dan mempunyai jabatan tertinggi
untuk memberikan pendapat atau komentar terlebih dahulu. Orang yang
lebih tua juga selalu paling diperhatikan pendapat dan nasihatnya.
Ketika membungkuk—tradisi menyapa Jepang—kita harus selalu membungkuk
lebih dalam kepada orang-orang yang lebih senior.
Pelajaran yang bisa diambil: Budaya bisnis Jepang menghargai mereka
yang lebih senior untuk kebijaksanaan dan pengalaman yang mereka
bagikan ke perusahaan. Di Jepang, umur adalah sama dengan pangkat.
Jadi, semakin tua seseorang, semakin dianggap penting pulalah dia.
Bagaimana kita mengadaptasinya: Kita bisa berusaha untuk sedikit
mengalah kepada orang-orang yang lebih senior atau mereka yang
berpangkat lebih tinggi. Jika Anda tidak setuju/berselisih pendapat
dengan seorang manajer, keluarkan keluhan Anda secara pribadi di
ruangan tertutup. Jangan pernah mempertanyakan otoritas dan
kekuasaannya di depan orang lain. Ketahuilah bahwa mereka yang berada
di atas Anda itu adalah memang orang-orang yang layak dipromosikan
karena keahlian dan pengalaman mereka. Lain halnya jika mereka yang
berada di atas Anda itu mencapai jabatannya lewat KKN, nepotisme dan
suap. Anda lebih baik keluar dari perusahaan tersebut.
- Tanamkan Motivasi Melalui Slogan:
Banyak perusahaan Jepang memulai hari mereka dengan meeting pagi,
dimana para pekerja berbaris dan menyanyikan slogan perusahaan sebagai
salah satu cara untuk menanamkan motivasi dan kesetiaan terhadap
perusahaan. Hal ini juga penting untuk menjaga agar semua karyawan
tetap ingat akan maksud dan tujuan perusahaan.
Pelajaran yang bisa diambil: Sekilas, tradisi ini mungkin terlihat
seperti aktivitas untuk “cuci otak” atau indoktrinasi. Tetapi, hal ini
merupakan cara Jepang untuk menanamkan semangat kerja bagi seluruh
karyawannya. Acara pagi ini berfungsi untuk terus mengingatkan misi dan
visi perusahaan yang perlahan bisa menjadi kabur seiring dengan
sibuknya hari-hari kerja.
Bagaimana kita mengadaptasinya: Ingatkan diri Anda setiap kali duduk di
tempat kerja—apa yang sebenarnya Anda kerjakan. Refresh kembali visi,
misi dan tujuan jangka panjang dalam benak Anda. Tetaplah sadar akan
betapa pentingnya kerja sama tim dan seluruh perusahaan untuk mencapai
tujuan tersebut. Buat daftar dari slogan Anda sendiri supaya bisa
dibaca dan diingat lagi jika Anda sedang hilang atau patah semangat.
- Muka Serius Tanpa Ekspresi:
Anda tidak akan pernah melihat muka-muka datar tanpa ekspresi, seperti
yang Anda lihat di kantor-kantor Jepang. Sesekali mungkin ada karyawan
yang tertawa, tetapi para pekerja pada umumnya akan menunjukkan
ekspresi muka yang datar dan serius, khususnya saat meeting. Mereka
berbicara dengan nada yang rendah dan teratur. Mereka bahkan kerap
menutup mata ketika mendengar dan memperhatikan pembicara—kebiasaan ini
sering disalahartikan oleh orang asing yang tidak mengerti, sebagai
tanda kebosanan.
Pelajaran yang bisa diambil: Orang Jepang menganggap tempat kerja
sebagai tempat yang harus dihormati. Mereka jarang bercanda kecuali
pada waktu luang atau istirahat. Jarang sekali ada kontak fisik
antarpekerja, apalagi menepuk punggung atau kepala.
Bagaimana kita mengadaptasinya: Bagi kita, suasana kerja yang terlalu
kaku dan formal mungkin terkesan menyiksa. Anda tidak perlu
memperlakukan lingkungan kantor seperti tempat yang sakral, tetapi juga
jangan berlaku seenaknya seperti di rumah sendiri. Sikap profesional
tetap diperlukan untuk meningkatkan produktivitas. Hormati pekerjaan
dan hormati orang lain. Jaga volume suara dan tertawa, karena Anda
tidak bekerja sendirian di kantor.
- Getol Kerja, Getol Juga Hiburan:
Setelah melalui waktu kerja, para pekerja Jepang siap untuk
bersantai—sangat santai bahkan. Mengunjungi bar demi bar setelah jam
kerja adalah hal yang umum—bahkan sudah menjadi tradisi. Jika
lingkungan kerja merupakan tempat yang formal dan resmi, bar adalah
tempat para pekerja Jepang berhura-hura. Salah satu tempat favorit
adalah karaoke bar, dimana semua orang diharapkan untuk ikut
bernyanyi—walaupun ada dari mereka yang tidak bisa menyanyi. Selain
itu, klub-klub malam juga menjadi tempat favorit, tidak hanya untuk
menyeimbangkan pekerjaan dengan hiburan, tetapi juga untuk saling
berbagi informasi dan memperkuat tali persaudaraan dalam suatu tim.
Source : KasKus
Michi- bclass 4 stars
- Jumlah posting : 722
Join date : 08.10.10
Age : 35
Lokasi : Pekanbaru
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik
Wed Jan 02, 2013 9:26 am by Michi
» Materi Dosen
Wed Dec 19, 2012 10:00 am by Michi
» Materi 20 Nov '12
Mon Nov 26, 2012 2:57 pm by shaka
» Catatan
Fri Nov 23, 2012 11:51 am by idna
» Materi 1-5
Wed Nov 21, 2012 11:45 am by Michi
» 3. Masalah Penelitian
Wed Nov 07, 2012 11:17 am by idna